Tampilkan postingan dengan label Teknologi. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 Juli 2022

thumbnail

Yahoo, Amazon Masih Bisa Diakses Meski Tak Ada di Daftar PSE Kominfo


Sejumlah platform yang belum ada di daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Kementerian Komunikasi dan Informatika masih bisa diakses. Padahal, tenggat pendaftarannya sudah terlewati.

Berdasarkan pantauan CNNIndonesia.com, Sabtu (30/7) dini hari hingga pagi, mesin pencari Yahoo masih bisa dipakai dan bisa menghasilkan penelusuran, situs e-commerce Amazon tetap menampilkan barang-barang jualannya.

Di saat yang sama, situs PSE Kominfo belum menampilkan kedua platform itu di daftarnya. Tiga pendaftar terakhir adalah Microsoft Bing, Paypal, dan Battle.net, yang masuk list sejak Jumat (29/7).

Kominfo sendiri belum memberikan keterangan soal masalah ini. Namun demikian, mesin pencari Google juga sebenarnya belum bisa ditemukan di situs PSE. Namun, kedua pihak sama-sama mengaku bahwa Google sudah terdaftar.

Sebelumnya, Kominfo mewajibkan pendaftaran PSE dengan tenggat Rabu (20/7). Setelah tenggat lewat, Kementerian memberikan perpanjangan tenggat pendaftaran lima hari kerja sambil mengirimkan surat teguran, Kamis (21/7).

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan lantas menetapkan tenggat pendaftaran sebelum blokir PSE ilegal kemarin.

"Hari ini terakhir. Nanti saya [umumkan] siapa saja kemungkinan yang akan diblokir, pukul 23.59 (WIB).Kalau enggak ada [pendaftaran], kita siapkan [sanksi], naik ke mesin [pemblokiran] kita," kata dia, di Jakarta, Jumat (29/7).

Ia mencatat sepuluh platform besar yang saat itu belum mendaftar. Yakni, Amazon, Paypal, Yahoo!, Bing, Steam, Dota, CS Go, Epic Game, Battle Net, dan Origin.

https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220730024439-192-828094/yahoo-amazon-masih-bisa-diakses-meski-tak-ada-di-daftar-pse-kominfo


Rabu, 13 Juli 2022

thumbnail

Ilmuwan Jelaskan Bulan Penyebab Pasang Surut Air Laut dan Termuat di Alquran




Sudut pandang Alquran dan sains telah lama mengungkapkan, pasang surut air laut salah satunya akibat keberadaan Bulan.

Dijelaskan bahwa sesungguhnya jarak di antara benda-benda di angkasa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap gravitasi. Allah Subhanahu wa ta'ala pun berfirman:

الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ بِحُسْبَانٍ

Artinya: "Matahari dan Bulan beredar menurut perhitungan." (QS. Ar-Rahman: 5)

Dikutip dari 'Buku Pintar Alquran dalam Sains, Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman Allah' karya Dr Nadiah Thayyarah, seandainya jarak antara Bumi dan Bulan terlalu dekat, tentu hal itu akan menyebabkan meningkatnya persentase lautan sehingga lautan menutupi daratan dan lenyaplah kehidupan di permukaan Bumi.

Kemudian, tentu Bulan akan tertarik oleh gaya gravitasi Bumi. Hal itu akan menyebabkan Bulan menambrak Bumi dan musnahlah kehidupan.

Namun, seandainya Bulan menjauh dari Bumi dan jarak di antara keduanya bertambah lebar, tentu tidak akan terjadi fenomena pasang surut air laut di muka Bumi dan Bulan akan tertarik oleh gaya gravitasi planet lain.

Selain itu, Bumi akan berotasi hanya dalam waktu 4 jam untuk sekali siklus rotasi sehingga panjang malam hanya 2 jam dan panjang siang pun hanya 2 jam.

Lalu, Bulan juga bertanggung jawab atas fenomena pasang surut air laut. Pasang adalah meningkatnya ketinggian air laut beberapa meter dan menurun lagi. Hal ini, terjadi sebanyak dua kali dalam sehari.

Ketika Bulan purnama tiba, pengaruh Bulan terhadap fenomena pasang surut semakin besar. Naik turunnya ketinggian air laut pada saat purnama pun lebih tinggi.

Misalnya, diasumsikan bahwa perbedaan air pada saat pasang dan surut adalah setengah meter di tengah laut, sementara di pantai perbedaannya mencapai 2 meter.

Fenomena pasang surut baru diketahui sebab-sebab ilmiahnya pada abad ke-18 oleh ilmuan Newton. Ia mengaitkannya dengan gravitasi bulan.

Sains modern telah membuktikan bahwa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan sanggat terpengaruh oleh Bulan purnama.

https://techno.okezone.com/read/2022/06/28/56/2619934/ilmuwan-jelaskan-bulan-penyebab-pasang-surut-air-laut-dan-termuat-di-alquran?page=2

 

 

 

 

 


 

thumbnail

Ilmuwan Berhasil Kloning Tikus dari Sel Kulit




sukses melakukan klonik tikus dengan menggunakan sel kulit. Trobosan terbaru ini memungkinkan peradaban modern menghidupkan kembali hewan untuk melestarikan keanekaragaman hayati.

Dilansir dari Singularity Hub, Rabu (13/7/2022), kloning dilakukan dengan menggunakan sel kulit tikus bernama Dorami. Dorami sendiri merupakan tikus lab yang tumbuh sehat dan mati secara alami di hari ulang tahunnya yang kedua.

Para peneliti yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama di Universitas Yamanashi di Jepang menggunakan beberapa sel kulit Dorami untuk kloning. Yang mana sel-sel ini mengandung DNA lengkap hewan meskipun teksturnya rapuh.

Sebanyak 75 tikus sehat berhasil dikloning. Dr. Ben Novak, ilmuwan utama di Revive & Restore, mengatakan bahwa penelitian ini merupakan capaian besar yang akan disambut baik, meskipun tidak bisa dipungkiri terdapat ketidaksempurnaan.

“Dari sudut pandang konservasi, inovasi cara baru untuk biobank jenis jaringan yang layak secara reproduktif adalah kebutuhan besar, jadi sangat menarik untuk melihat terobosan semacam ini,” katanya.

Wakayama sendiri diketahui telah bertahun-tahun berfokus mengembangkan metode kloning dengan menggunakan sel kulit.

Kerja kerasnya akhirnya berbuah manis, yang mana ia menyuntikan DNA dari sel kulit pendonor ke dalam sel telur indukan.

“Setelah matang, kami secara acak memilih sembilan tikus kloning betina dan tiga jantan untuk dikawinkan dengan tikus lab normal. Dalam waktu kira-kira tiga bulan, semua tikus betina hasil kloning melahirkan generasi berikutnya," kata Wakayama.

"Dan semua bayi tikus memiliki wujud yang sangat identik, dengan empat cakar, kumis, dan kebiasaan tikus pendonor yang utuh. Teknik ini dapat digunakan untuk sumber daya genetik yang tersedia dalam keadaan ekstrem, seperti spesies yang hampir punah," paparnya.

Meskipun demikian, masih banyak peneliti lain yang meragukan metode kloning Wakayama.

Salah satunya adalah Dr Alena Pance di University of Hertfordshire yang mengatakan bahwa teknik kloning Wakayama jauh dari kata sempurna.

"Ini memiliki tingkat keberhasilan yang rendah, dan masih membutuhkan suhu penyimpanan freezer yang membuatnya rentan terhadap kegagalan jaringan. Pertanyaan yang paling penting adalah berapa lama materi genetik dapat disimpan," kritik Alena.

"Akan sangat penting untuk menunjukkan penyimpanan yang diperpanjang dan tidak terbatas dalam kondisi ini agar sistem ini memberikan pelestarian spesies dan sampel jangka panjang yang efektif,” ujarnya.

https://techno.okezone.com/read/2022/07/13/56/2628690/ilmuwan-berhasil-kloning-tikus-dari-sel-kulit?page=2

thumbnail

Ilmuwan Temukan Cara Tumbuhkan Tanaman Tanpa Sinar Matahari




Para ilmuwan telah menciptakan metode fotosintesis buatan untuk menumbuhkan tanaman tanpa sinar Matahari. Temuan ini, memungkinkan manusia menanam bahan makanan baru di Bumi dan mungkin suatu hari nanti di Mars.

Selama jutaan tahun evolusi, fotosintesis telah berkembang sebagai cara untuk tanaman mengubah air, karbon dioksida, dan energi dari sinar matahari menjadi biomassa tanaman dan makanan yang kita makan. Dan kini metode baru diciptakan.

Disadur dari The Independent, Rabu (29/6/2022), para peneliti termasuk dari University of California, Riverside di AS, mengatakan proses alami ini tidak efisien dengan hanya sekitar 1 persen dari energi yang dipancarkan sinar Matahari.

Kini, mereka punya cara memproduksi tanaman seperti kacang tunggak, tomat, tembakau, beras, kanola dan kacang hijau yang memanfaatkan karbon dari asetat ketika dibudidayakan dalam gelap atau tanpa sinar Matahari.

“Bayangkan suatu hari nanti pesawat raksasa menanam tanaman tomat dalam kegelapan dan di Mars. Sebuah kemudahan bagi orang Mars di masa depan,” kata Martha Orozco-Cárdenas, direktur UC Riverside Plant Transformation Research Center.

Sebuah studi baru yang diterbitkan dalam jurnal Nature Food minggu lalu mengungkapkan, bagaimana para ilmuwan menemukan cara untuk membuat makanan yang tidak bergantung pada sinar Matahari menggunakan fotosintesis buatan.

Para peneliti menggunakan proses kimia dua langkah untuk mengubah karbon dioksida, listrik, dan air menjadi asetat yang merupakan suatu bentuk komponen utama cuka. Organisme penghasil makanan kemudian mengkonsumsi asetat untuk tumbuh dalam gelap.

Menggunakan panel surya untuk menghasilkan listrik untuk menggerakkan reaksi kimia, para ilmuwan mengatakan sistem itu dapat meningkatkan efisiensi konversi sinar Matahari menjadi makanan dan membuatnya hingga 18 kali lebih efisien untuk beberapa makanan.

Mereka menggunakan elektroliser atau perangkat yang menggunakan listrik untuk mengubah bahan mentah seperti karbon dioksida menjadi molekul dan produk yang berguna.

Lalu, mereka mengoptimalkan keluaran elektroliser untuk mendukung pertumbuhan organisme penghasil makanan dan mengintegrasikan semua komponen sistem secara bersama-sama.

Dengan sistem baru, para peneliti dapat meningkatkan jumlah asetat sambil mengurangi jumlah garam, yang mengarah ke tingkat asetat tertinggi yang pernah diproduksi dalam elektroliser hingga saat ini.

"Dengan pendekatan kami, kami berusaha mengidentifikasi cara baru untuk memproduksi makanan yang dapat menembus batas yang biasanya ditentukan oleh fotosintesis biologis,” kata penulis koresponden studi, Robert Jinkerson dari UC Riverside.

“Menggunakan pengaturan elektrolisis CO2 tandem dua langkah canggih yang dikembangkan di laboratorium kami, kami dapat mencapai selektivitas tinggi terhadap asetat yang tidak dapat diakses melalui rute elektrolisis CO2 konvensional,” ujar peneliti lain, Feng Jiao.

Berbagai organisme penghasil makanan, termasuk ganggang hijau, ragi dan, miselium jamur yang menghasilkan jamur dapat tumbuh dalam gelap langsung pada keluaran elektroliser yang kaya asetat.

Para peneliti mengatakan, produksi ganggang menggunakan teknologi ini sekitar empat kali lebih hemat energi daripada menumbuhkannya secara konvensional menggunakan fotosintesis alami, dan produksi ragi hampir 18 kali lebih efisien daripada cara budidaya biasanya.

"Kami mampu menumbuhkan organisme penghasil makanan tanpa kontribusi apa pun dari fotosintesis biologis. Biasanya, organisme ini dibudidayakan pada gula yang berasal dari tanaman atau input yang berasal dari minyak bumi" ungkap Elizabeth Hann, penulis utama studi tersebut.

“Teknologi ini merupakan metode yang lebih efisien untuk mengubah energi matahari menjadi makanan, dibandingkan dengan produksi makanan yang mengandalkan fotosintesis biologis,” tambahnya.

Para peneliti mengutarakan, berbagai tanaman dapat mengambil asetat yang dihasilkan dan membangunnya menjadi blok pembangun molekul utama yang dibutuhkan organisme untuk tumbuh dan berkembang.

Menggabungkan pendekatan ini dengan sistem yang ada untuk menghasilkan energi dari sinar Matahari, dapat meningkatkan efisiensi konversi energi Matahari menjadi makanan sekitar empat kali lipat dibanding tengan fotosintesis alami.

Menurut para ilmuwan, membebaskan ketergantungan tanaman pada Matahari dan menggunakan fotosintesis buatan dapat membuka pintu bagi produksi pangan dalam kondisi yang semakin sulit yang disebabkan oleh krisis iklim.

“Menggunakan pendekatan fotosintesis buatan untuk menghasilkan makanan bisa menjadi perubahan paradigma tentang cara kita memberi makan orang. Dengan meningkatkan efisiensi produksi pangan, lebih sedikit lahan yang dibutuhkan, mengurangi dampak pertanian terhadap lingkungan,” papar Dr Jinkerson.

“Dan untuk pertanian di lingkungan non-tradisional, seperti luar angkasa, peningkatan efisiensi energi dapat membantu memberi makan lebih banyak anggota kru dengan input yang lebih sedikit,” jelas dia.

https://techno.okezone.com/read/2022/06/28/56/2619975/ilmuwan-temukan-cara-tumbuhkan-tanaman-tanpa-sinar-matahari?page=2

thumbnail

Arkeolog Temukan Tulang Wajah Orang Eropa Tertua Berusia 1,4 Juta Tahun




Sejumlah arkeolog berhasil menemukan tulang wajah manusia berusia 1,4 juta tahun di situs galian Atapuerca, Spanyol. Disimpulkan, ini merupakan tulang wajah nenek moyang orang Eropa.

Temuan ini, berhasil memecahkan rekor baru, mengalahkan temuan sebelumnya yang hanya berusia 200 ribu tahun. Dikatakan bahwa tulang tersebut bukan spesies modern kita, melainkan Homo Sapiens.

Dilansir dari IFL Science, Selasa (12/7/2022), kemungkinan tulang wajah ini milik nenek moyang manusia Eropa yang telah punah dan statusnya masih misterius.

Tulang wajah yang mencakup rahang atas dan tulang pipi ini ditemukan pada 30 Juni silam. Tulang ditemukan selama proyek penggalian arkeologi di Sierra de Atapuerca di Spanyol Utara.

Situs galian Atapuerca memang terkenal menjadi rumah bagi nenek moyang manusia prasejarah. Pada tahun 1994 juga ditemukan sisa-sisa hominin yang sebelumnya tidak dikenal yang dijuluki Homo antecessor.

Homo antrcessor sendiri, dalam bahasa latin artinya adalah "manusia perintis". Namanya mengacu pada fakta bahwa spesies ini adalah contoh paling awal yang diketahui dari spesies manusia yang berani menjelajah ke Eropa.

Meskipun identitas lengkapnya belum jelas, tetapi beberapa peneliti berpendapat itu mungkin salah satu nenek moyang terakhir antara Homo Sapiens dan Neanderthal. Hingga kini penelitian masih berlanjut.

Fragmen tulang wajah akan menjalani penanggalan radiokarbon di Pusat Penelitian Evolusi Manusia Nasional di Burgos. Hasil tersebut diharapkan akan dirilis awal tahun depan dalam waktu enam hingga delapan bulan.

Semua penemuan ini, menjelaskan hal penting dalam sejarah manusia kuno, yakni bagaimana gelombang migrasi keluar dari Afrika. Tulang-tulang baru kemungkinan milik individu yang merupakan anggota populasi manusia pertama yang menetap di Eropa.

Namun, perlu beberapa waktu sebelum mereka bergabung dengan Homo Sapiens. Homo sSpiens modern secara anatomis berevolusi di Afrika sekitar 300 ribu tahun lalu.

Nenek moyang populasi manusia saat ini, yang berasal dari luar Afrika tidak meninggalkan benua itu sampai sekitar 60 ribu tahun lalu.

Mereka kemungkinan memasuki Eropa sekitar 45 ribu tahun yang lalu dan dengan cepat menggantikan populasi lama Neanderthal, yang menuju kepunahan sekitar 40 ribu tahun yang lalu.

https://techno.okezone.com/read/2022/07/12/56/2628090/arkeolog-temukan-tulang-wajah-orang-eropa-tertua-berusia-1-4-juta-tahun?page=2